Kamis, 30 Mei 2013

Tulisan 7

Pekerjaan dan Waktu Luang
Ø  Mengubah sikap terhadap pekerjaan
Sikap (attitude) merupakan salah satu bahasan yang menarik dalam kajian psikologi, karena sikap sering di gunakan untuk meramalkan tingkah laku, baik tingkah laku perorangan, kelompok bahkan tingkah laku suatu bangsa. Salah satu hal yang menarik dari perilaku manusia yang membuatnya menjadi kompleks adalah sifat deferensial. Seseorang dapat berespon tertentu dalam menghadapi stimulus atau objek pada suatu saat, tetapi dapat pula berespon yang lain pada saat yang berbeda.
Dan tujuan yang dicari dalam pekerjaan yaitu menjadikan pekerja menjadi “baik”,, baik disini maksudnya adalah menjadikan pekerja lebih terpenuhi kebutuhan hidupnya an keluarganya, dan mereka menghindari aktifitas mereka yang menjadikan mereka “buruk”. Dan disini atasan  pun berperan penting dalam mengubah sikap karyawan mereka agar dapat bekerja lebih keras dan mencapai kinerja pekerjaan yang lebih tinggi. Karyawan diusahakan supaya menyukai pekerjaan yang ia dapatkan agar dapat menghasilkan kinerja yang baik. Manajer dalam mengubah sikap karyawan juga harus memiliki kemampuan yang tepat, misalnya diberi bonus jika bisa menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Diberikan reward dan punishment kepada karyawan tersebut, sehingga memunculkan sikap take and give.
Definisi nilai pekerjaan :
Pandangan konservatif menyatakan bahwa kerja jasmaniah itu adalah bentuk hukaman yang di timpakan pada manusia sebagai akibat dari dosa-dosanya; sehingga orang yang berakal sehat harus bekerja giat untuk mempertahankan eksistensi diri sendiri dan keluarganya. Sehubungan dengan kondisi pekerjaan, di pikirkan untuk mengadakan perbaikab-perbaikan terhadap kondisi-kondisi kerja yang mendorong orang untuk menyukai pekerjaan.
Pandangan yang menyatakan bahwa kebanyakan orang tidak menyukai pekerjaan, sudah banyak mengalami modfikasi pada zaman modern sekarang. Di akui bahwa banyak orang, misalnya buruh profesional, para ahli, seniman-seniman dan juru-juru yang mempunyai keahlian tinggi – bersungguh-sungguh mencitai pekerjaannya. Sedang insentif dan satu-satunya motivasi kerjanya mungkin berupa “kesejahteraan umum” atau rasa puas-bangga, atau aktivitas keja itu sendiri.
Yang      dicari     dalam   pekerjaan           :
•             Menafkahi          keluarga
•             Mencari               pengalaman
•             Mengasah           keahlian               dan        ketrampilan
•             Mencari status untuk mengikat seseorang pada individu lain serta masyarakat
•             Mencari kesenangan dan arti tersendiri bagi kehidupan seorang individu
Fungsi   psikologis           dari        pekerjaan           :

Kerja mulai dipahami sebagai tempat sosial dimana manusia menggunakan bakat-bakat yang dimiliki untuk melayani sesama, tidak lagi semata-mata dalam rangka memenuhi kebutuhan finansial keluarga. Manusia mulai sadar memiliki kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi secara mandiri sehingga dirasakan perlunya komunitas yang didalamnya orang-orang saling bergantung. Setiap orang harus mempergunakan bakat yang dimilkinya untuk melayani orang lain, demikian pula sebaliknya. Sehingga, secara bersama-sama setiap orang membangun masyarakat sebagai suatu sistem yang saling mendukung.
Dengan kosep kerja seperti ini, kita kemudian berpikir tentang dua hal mendasar bagaimana memilih suatu pekerjaan. Pertama, pekerjaan dipilih berdasarkan minat dan bakat yang kita miliki. Meskipun terdengar sederhana, namun faktanya menemukan minat dan bakat adalah suatu proses yang sulit karena kita lahir tanpa membawa rincian tentang ketertarikan dan kemampuan bawaan.
Proses dalam memilih pekerjaan :
Proses perkembangan dalam pemilihan pekerjaan bagi individu dijelaskan oleh Donald Super. Perkembangan pemilihan karier pekerjaan dibagi menjadi lima tahap, yaitu :
a.       Cristalization
Individu berusaha mencari berbagai bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan formal dan nonformal untuk persiapan masa depan hidupnya.
b.      Spesification
Individu akan meneruskan pendidikannya pada jenjang khusus yang sesuai dengan minat-bakatnya. Masa spesifikasi ini lebih mengarah pada jalur pendidikan yang menjurus pada taraf professional atau keahlian.
c.       Implementation
Individu mulai menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh pada masa sebelumnya, secara nyata dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan bidang keahlian atau profesi nya. Misalnya setelah ia lulus dalam pendidikan psikologi nya ia berprofesi sebagai seorang psikolog.
d.      Stabilization
Individu menekuni bidang profesinya sampai benar-benar ahli di bidangnya sehingga individu dapat mencapai prestasi puncak. Taraf ini ditandai dengan prestasi individu menduduki posisi penting, misalnya direktur perusahaan,dsb.
e.      Consolidation
Setelah mencapai puncak karier, individu mulai memikirkan kembali sesuatu yang telah dilakukan selama ini baik yang berhasil maupun yang gagal.
Ø  Fase-fase identitas pekerjaan
Fase remaja sangat penting untuk dilalui oleh anak-anak karena akan memengaruhi masa depan mereka. Terutama dalam hal bagaimana anak-anak mendeskripsikan siapa diri mereka serta bagaimana mereka bersikap terhadap lingkungan mereka di masa depan. Jika anak-anak gagal menjalani fase remaja dengan baik, maka tugas-tugas perkembangan mereka di fase usia selanjutnya akan rentan terganggu.

Apalagi tugas perkembangan yang utama dilakukan dalam fase remaja adalah untuk mencari identitas diri. Identitas diri mencakup bagaimana seorang anak melihat diri mereka, bagaimana mereka menilai kelebihan dan kekurangannya, bagaimana mereka menentukan bayangan sosok ideal yang mereka ingin perankan, serta bagaimana mereka menentukan bayangan masa depan yang mereka inginkan. Ketika anak-anak pada usia ini gagal mengetahui siapa identitas mereka, maka mereka akan mengalami kebingungan yang akan rentan berdampak pada tugas-tugas perkembangan mereka selanjutnya.
Proses mencari identitas diri juga bukanlah suatu hal yang mudah. “Anak-anak harus mengeksplorasi diri mereka di dalam lingkungan serta menghadapi tantangan lingkungan, sementara di waktu yang bersamaan mereka juga mengalami perubahan-perubahan di aspek fisik, kognitif, dan psikologis, yang membuat mereka harus beradaptasi,” lanjut Pustika. Proses yang tidak mudah inilah yang membuat anak-anak kerap terkesan “labil”.

Ø  Memilih pekerjaan yang cocok
Dalam memilih pekerjaan yang cocok dibutuhkan tes psikotes agar calon pekerja tidak salah dalam mengambil pekerjaan. Tes psikotes disini juga akan menguntungkan kedua belah pihak, seleksi yang kurang tepat akan menyebabkan kerugian besar baik karyawan maupun perusahaan yang bersangkutan.
Dari sisi pegawai, jika kita terseleksi dalam pekerjaan yang kurang cocok dengan potensi psikologis yang kita miliki, akan timbul ketidaknyamanan dalam bekerja, kurang termotivasi, bahkan dapat enimbulkan stress kerja, yang pada akhirnya membuat kita keluar dari pekerjaan tersebut. Oleh sebab itu kita membutuhkan psikotes untuk melihat sejauh mana potensi psikologis kita agar tidak salah memilih pekerjaan.
Sedangkan dari sisi perusahaan, menemukan orang yang tepat merupakan upaya yang sangat sulit yang selalu dihadapi. Dari sisi perusahaan, biaya seleksi dan pelatihan yang dibutuhkan akan sangat mahal, tidak efisien, menurunkan motivasi, serta masih ditambah biaya untuk seleksi dan pelatihan orang yang akan menggantikan karyawan tersebut. Oleh sebab itu dari proses seleksi perusahaan mengadakan tes psikotes untuk melihat potensi psikologis dan kepribadian sang calon karyawan tersebut.
Ø  Hubungan karakteristik pribadi dan pekerjaan dalam memilih pekerjaan yang cocok
"Diagram DISC" DISC adalah singkatan dari Dominant (Koleris), Influencer (Sanguinis), Steady (Plegmatis) dan Compliant (Melankolis).
Pada diagram DISCdijelaskan bahwa setiap orang akan memiliki 1 atau 2 kepribadian yang dominan pada dirinya (ini bisa dilihat dari jumlah rating jawaban tertinggi dari hasil test kepribadian).

·         Orang yang memiliki perpaduan Koleris dan Sanguin (atau sebaliknya),  biasanya memiliki kemampuan untuk memimpin karena semangat dan kepercayaan dirinya.
·         Orang yang memiliki perpaduan Sanguin dan Plegmatis (atau sebaliknya), biasanya memiliki kemampuan dalam membina relasi dan persahabatan.
·         Orang yang memiliki perpaduan Plegmatis dan Melankolis (atau sebaliknya), biasanya punya kemampuan untuk menganalisa karena ketelitian dan kecermatannya.
·         Orang yang memiliki perpaduan Melankolis dan Koleris (atau sebaliknya), biasanya punya semangat kerja dan produktivitas yang sangat tinggi.

Masing-masing kepribadian memiliki kecocokan dalam bidang pekerjaan tertentu :

·         Seorang Sanguinis cocok dalam bidang pekerjaan : presenter, penyiar, sales, pengacara, tour leader dan selebriti.
·         Seorang Koleris cocok dalam bidang pekerjaan : direktur, owner perusahaan, bos dan dokter.
·         Seorang Melankolis cocok dalam bidang pekerjaan : keuangan, komputer, R&D/QC, Hakim dan Notaris.
·         Seorang Plegmatis cocok dalam bidang pekerjaan : staf administrasi, konselor dan customer service.


Ø  Waktu Luang

·         Bagaimana memanfaatkan waktu luang tersebut ?

Waktu luang yang tersedia untuk remaja dan orang dewasa di Jerman sekarang lebih banyak daripada yang tersedia sepuluh tahun lalu – rata-rata enam setengah jam per hari. Orang Jerman paling suka menghabiskan waktu itu dengan berolahraga atau dengan mengikuti acara budaya. Waktu yang dihabiskan penduduk Jerman di depan pesawat televisi atau dengan mendengar radio lebih sedikit dibandingkan dengan kebanyakan negara OECD lainnya. Tidak hanya pada orang jerman, banyak orang indonesia juga meluangkan waktunya dengan bersantai, membaca buku, hiburan dan dengan cara yang positif agar lebih fresh pikirannya dan lebih baik lagi setelah menggunakan waktu luang yang sebaik-baiknya.
Sumber :

Tulisan 6

Cinta dan Perkawinan
·        Memilih Pasangan, bagaimana ?
Dalam menjalani sebuah pernikahan awalnya kita harus menemukan calon pasangan kita terlebih dahulu yang layak menjadi pasangan hidup kita. Karena pernikahan adalah suatu hubungan yang serius dan selamanya bukan permainan. Dalam islam pernikahan itu suatu sunnah rasul yang wajib dijalani oleh umatnya. Setelah kita mengetahui tentang tujuan menikah maka Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup karena hidup berumah tangga tidak hanya untuk satu atau dua tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk selama-lamanya sampai akhir hayat kita.
Muslim atau Muslimah dalam memilih calon istri atau suami tidaklah mudah tetapi membutuhkan waktu. Karena kriteria memilih harus sesuai dengan syariat Islam. Orang yang hendak menikah, hendaklah memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila seorang Muslim atau Muslimah sudah menjatuhkan pilihan kepada pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya. Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi anak istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap pasangan hidup pilihan kita setelah berumah tangga kelak.

·        Hubungan dalam perkawinan

Menurut pendapat Dawn J. Lipthrott, LCSW, seorang psikoterapis dan juga marriage and relationship educator and coach, dia mengatakan bahwa ada lima tahap perkembangan dalam kehidupan perkawinan. Hubungan dalam pernikahan bisa berkembang dalam tahapan yang bisa diduga sebelumnya. Namun perubahan dari satu tahap ke tahap berikut memang tidak terjadi secara mencolok dan tak memiliki patokan batas waktu yang pasti.  Bisa jadi antara pasangan suami-istri, yang satu dengan yang lain, memiliki waktu berbeda saat menghadapi dan melalui tahapannya. Namun anda dan pasangan dapat saling merasakannya.
Tahap pertama : Romantic Love. Saat ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan. Anda dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis dan penuh cinta.
Tahap kedua : Dissapointment or Distress. Masih menurut Dawn, di tahap ini pasangan suami istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi terhadap hubungan dengan pasangannya.  Banyak pasangan di tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya.
Tahap ketiga Knowledge and Awareness. Dawn mengungkapkan bahwa pasangan suami istri yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya. Pasangan ini juga sibuk  menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi. Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di tahap ini biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.
Tahap keempat Transformation. Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku  yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.
Tahap kelima :  Real Love. “Anda berdua akan kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn.  Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
Lebih lanjut Dawn menyarankan pula, “Jangan hancurkan hubungan pernikahan Anda dan pasangan hanya karena merasa tak sesuai atau sulit memahami pasangan. Anda hanya perlu sabar menjalani dan mengulang tahap perkembangan dalam pernikahan ini. Jadikanlah kelanggengan pernikahan Anda berdua sebagai suatu hadiah berharga bagi diri sendiri, pasangan, dan juga anak.
Ketika pasangan (suami/istri) kedapatan beberapa kali bersikap kurang baik, anggap lah ini sebuah ladang amal sabar. Dan jangan sekali-kali berfikir bahwa hasil dari istikharah ternyata gagal ketika suatu hari merasa sedikit kesal mendapati kelakukan pasangan Anda sikapnya kurang baik, harusnya tetap lah berfikir bahwa dia memang pilihan terbaik yang Allah pilihkan.
Ketika keadaannya seperti itu tadi, yang menjadi tantangan untuk Anda lakukan adalah menunjukan sikap yang lebih baik dari dia, agar Anda menjadi contoh kebaikan untuknya, karena tidak selesai hanya berharap saja dia harus lebih baik dari Anda, tetapi kita harus melakukan sesuatu untuk menjadi jalan perubahan untuknya. Karena bisa jadi begini, sekarang memang pasangan Anda belum baik, tapi yakin lah bahwa suatu saat dia akan lebih baik dari Anda, kontribusi motivasi dari Anda diperlukan juga untuknya.
Terjadinya sebuah Ikatan tali pernikahan, tidak berarti semuanya menjadi serba cocok, serba lancar dan jauh dari Masalah. Tidaklah begitu adanya, ada baiknya kita perlu berfikir begini: "dia bukan aku dan aku bukan dia, aku adalah aku begitu pun dia! tapi aku adalah bagian dari dia dan dia bagian dari aku. Karena aku Mencintainya, jadi aku harus bisa memakluminya dan berusaha untuk terus bersikap baik, lebih baik darinya hingga sikapku bisa menjadi contoh kebaikan untuknya."
·        Penyesuaian dan pertumbuhan dalam perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.

Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian.

Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian perkawinan adalah dua orang memasuki tahap perkawinan dan mulai membiasakan diri dengan situasi baru sebagai suami istri yang saling menyesuaikan dengan kepribadian, lingkungan, kehidupan keluarga, dan saling mengakomodasikan
kebutuhan, keinginan dan harapan.

·        Perceraian dan pernikahan kembali

Pernikahan bukanlah akhir kisah indah, namun dalam perjalanannya, pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.
Apa yang akan mempengaruhi peluang untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor. Misalnya seorang wanita muda pun bisa memiliki kesempatan kurang dari menikah lagi jika dia memiliki beberapa anak. Ada banyak faktor seperti faktor pendidikan, pendapatan dan sosial.
Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang terus-menerus kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Esensi dalam pernikahan adalah menyatukan dua manusia yang berbeda latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih penting untuk diusahakan bersama.
Jika ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu menyadari tentang beberapa hal tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu mengecilkan hati. Menikah Kembali setelah perceraian bisa menjadi pengalaman menarik. tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih baik.
·     ·        Alternative selain Pernikahan ?
Pernikahan Dini Sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat, sebagai sebuah solusi alternatif setidaknya menurut penawaran Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono pada tahun 1983, melalui tulisannya berjudul Bagai­mana Kalau Kita Galakkan Perkawinan Remaja? Ketika fitnah syahwat kian tak terkendali, ketika seks pra nikah semakin merajalela, terutama yang dilakukan oleh kaum muda yang masih duduk di bangku sekolah.
Tapi sederet pertanyaan dan kekhawatiran pun muncul. Nikah di usia remaja, mungkinkah? Siapkah mental dan materinya? Bagai­mana respon masya­rakat? Apa tidak meng­ganggu sekolah? Dan masih banyak sederet pertanyaan lainnya.
Dari sisi psikologis, memang wajar kalau banyak yang merasa khawatir : bahwa pernikahan di usia muda akan menghambat studi atau rentan konflik yang berujung perceraian, karena kekurangsiapan mental dari kedua pasangan yang masih belum dewasa betul. Hal ini terbaca jelas dalam senetron Pernikahan Dini yang pernah ditayangkan di salah satu stasiun televisi. Beralasan memang, bahwa mental dan kedewasaan lebih berarti dari sekedar materi, untuk menciptakan sebuah rumah tangga yang sakinah, seperti yang diilustrasikan oleh senetron tersebut.
Pernikahan Dini dalam Perspektif Psikologi
Sebetulnya, kekhawatiran dan kecemasan timbulnya persoalan-persoalan psikis dan sosial telah dijawab dengan logis dan ilmiah oleh Muhammad Fauzil Adhim dalam bukunya Indahnya Pernikahan Dini, juga oleh Clarke-Stewart & Koch lewat bukunya Children Development Through : bahwa pernikahan di usia remaja dan masih di bangku sekolah bukan sebuah penghalang untuk meraih prestasi yang lebih baik, bahwa usia bukan ukuran utama untuk menentukan kesiapan mental dan kedewasaan seseorang, bahwa menikah bisa menjadi solusi alternatif untuk mengatasi kenakalan kaum remaja yang kian tak terkendali.
Di kedua buku itu (dan juga di sekitar kita) ada banyak bukti empiris—dan tidak perlu dipaparkan di sini—bahwa menikah di usia dini tidak menghambat studi, bahkan justeru bisa menjadi motivasi untuk meraih puncak prestasi yang lebih cemerlang (seperti tertera sederet nama orang sukses yang melakukan pernikahan dini). Selain itu, menurut bukti-bukti (bukan hanya sekedar teori) psikologis, pernikahan dini juga sangat baik untuk pertumbuhan emosi dan mental, sehingga kita akan lebih mungkin mencapai kematangan yang puncak (Muhammad Fauzil Adhim, Indahnya Pernikahan Dini, 2002). Bahkan menurut Abraham M. Maslow, pendiri psikologi humanistik yang menikah di usia 20 tahun, orang yang menikah di usia dini lebih mungkin mencapai taraf aktualisasi diri lebih cepat dan lebih sempurna dibanding dengan mereka yang selalu menunda pernikahan. Pernikahan yang sebenarnya, menurut M. Maslow, dimulai dari saat menikah. Pernikahan akan mematangkan seseorang sekaligus memenuhi separuh dari kebutuhan-kebutuhan psikologis manusia, yang pada gilirannya akan menjadikan manusia mampu mencapai puncak pertumbuhan kepribadian yang mengesankan (ibid).
Bagaimana dengan hasil penelitian di salah satu kota di Yogya bahwa angka perceraian meningkat signifikan karena pernikahan dini ? Ternyata, setelah diteliti, pernikahan dini yang rentan perceraian itu adalah pernikahan yang diakibatkan kecelakaan (yang disengaja). Hal ini bisa dimaklumi, sebab pernikahan karena kecelakaan lebih karena keterpaksaan, bukan kesadaran dan kesiapan serta orientasi nikah yang kuat.
Adapun urgensi pernikahan terhadap upaya menanggulangi kenakalan remaja barangkali tidak bisa dibantah. So, dari kacamata psikologi, pernikahan dini lebih dari sekedar alternatif dari sebuah musibah yang sedang mengancam kaum remaja, tapi ia adalah motivator untuk melejitkan potensi diri dalam segala aspek positif.
“Pernikahan yang sukses adalah seperti tenunan dalam beludru kehidupan praktis. Seperti nada harmoni yang dipetik hubungan realistis. Dan pernikahan yang sukses adalah hasil gabungan cinta, penghormatan, kesetiaan, dan sikap saling mendukung”.
Sumber :